Tak Bisa Mengelak, Notaris Winny Fatimah Dan Oknum Pengurus KUD Dharma Tani Terancam 8 Tahun Penjara, Dugaan Pemalsuan Akta

Jakarta, FNJ-i.com.- Kasus dugaan pemalsuan akta Koperasi Unit Desa (KUD) Dharma Tani di Kabupaten Pohuwato terus berkembang. Jumat, 15 November 2024, laporan resmi terkait hal ini diajukan oleh Iwan Hardiansah, S.H., Kuasa Hukum Wakil Ketua KUD Dharma Tani, ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.

Penyelidikan ini berawal dari temuan Akta Nomor 02 tanggal 20 April 2024 yang diduga palsu. Akta tersebut menyatakan adanya perubahan struktur pengurus KUD Dharma Tani tanpa persetujuan sah dari pengurus yang tercatat dalam Akta Nomor 04 tanggal 24 Januari 2023 dan Surat Keputusan Menkumham No. AHU-0000172.AH.01.38 Tahun 2023.

Beberapa nama yang kini terjerat dalam kasus ini, antara lain Notaris Winny Fatimah, S.H., M.Kn., Idris Kadji, Usman Pulumuduyo, dan Abdulaziz Fusen Akib. Kesemuanya diduga terlibat dalam pemalsuan dokumen untuk mengubah kepengurusan KUD tersebut.

Pengacara Senior Alamsyah Hanafiah mengungkapkan bahwa pemalsuan akta merupakan kejahatan serius yang tidak hanya merugikan pihak yang dirugikan secara langsung, tetapi juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga hukum, terutama profesi notaris.

“Pemalsuan dokumen, khususnya yang berkaitan dengan perubahan struktur koperasi, adalah pelanggaran hukum yang berat. Jika terbukti ada pemalsuan atau informasi palsu, proses hukum harus berjalan dengan tegas untuk menuntut keadilan bagi korban,” ungkap Alamsyah saat ditemui awak media, Sabtu (16/11/2024).

Alamsyah juga menekankan pentingnya profesionalisme dan integritas seorang notaris dalam menjalankan tugasnya, mengingat notaris berperan penting dalam memastikan keabsahan dokumen hukum.

“Jika dugaan keterlibatan seorang notaris dalam kasus ini terbukti benar, hal tersebut harus segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang,” tambahnya.

Penyelidikan oleh Polda Metro Jaya kini tengah berlangsung dengan seksama. Dugaan pelanggaran hukum mengarah pada Pasal 263, 264, dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Cakupannya adalah tindak pidana pemalsuan surat dan pemberian keterangan palsu dalam akta otentik.

Kasus ini terus menyedot perhatian publik karena memperlihatkan bagaimana pemalsuan dokumen dapat merusak lembaga ekonomi kerakyatan seperti koperasi. Banyak pihak berharap agar proses hukum dapat berjalan transparan dan adil, sehingga keadilan dapat ditegakkan.

Notaris Winny Fatimah diduga telah menerbitkan Akta No. 02 tanggal 29 April 2024 yang dianggap cacat hukum. Akta tersebut diduga memalsukan Akta No. 04/2023 yang sebelumnya diterbitkan oleh Notaris Hartati Haridji, SH, MH, berdasarkan keputusan sah dari Mahkamah Agung.

Winny Fatimah kini terancam hukuman berdasarkan Pasal 264 dan Pasal 392 KUHP tentang pemalsuan surat. Ancaman pidananya, penjara hingga delapan tahun. Akta yang diterbitkan oleh Winny Fatimah tidak melalui proses verifikasi yang memadai dan dianggap melanggar ketentuan kewenangan yang ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

“Setiap akta yang diterbitkan oleh notaris harus melalui prosedur pemeriksaan yang ketat dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Namun, dalam hal ini, indikasi pelanggaran sangat serius,” ungkap Ilham, salah satu narasumber yang sempat diwawancarai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *