FNJ Indonesia, Depok.- Kasus pembulian yang menimpa siswa SMPIT Rahmaniyah, Depok, Jawa Barat, masih terus bergulir. Korban, Steven Daniel Panondang Lumban Tobing, mengalami cedera parah dengan diagnosa dislokasi tulang selangka atau klavikula.
Kasus ini terjadi pada 12 November 2022, saat korban sedang berada di kelas. Pelaku, AZA alias Adriel, teman sekelas korban menarik kedua kaki korban yang sedang duduk dan menyeretnya sejauh lebih kurang 7 meter dari ujung kelas sampai ke depan pintu. Akibatnya, korban mengalami dislokasi tulang di bagian persendian tulang dada dan tulang selangka.
Proses hukum atas kasus ini telah berjalan hampir 9 bulan. Namun, hingga saat ini belum ada putusan pengadilan. Ibu korban, Nita, merasa ada ketidakadilan dalam kasus yang menimpa anaknya. Pasalnya, pelaku hingga saat ini tidak ditahan, padahal perbuatannya tergolong penganiayaan berat.
Nita juga menilai pihak SMPIT Rahmaniyah tidak bertanggung jawab dalam kasus ini. Menurutnya, pihak sekolah tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku. Bahkan, pihak sekolah justru dinilai mengintimidasi dan menekan psikologis korban.
“Saya sangat kecewa dengan pihak sekolah. Mereka tidak melakukan penindakan yang tegas terhadap pembulian yang menyebabkan siswanya cedera parah sampai patah tulang. Bukannya menindak tegas pelaku, mereka malah mengintimidasi dan menekan psikologis anak saya yang menjadi korban dalam kasus ini,” kata Nita.
Nita berencana menggugat pihak SMPIT Rahmaniyah atas kasus ini. Ia berharap agar pihak sekolah dapat bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi pada anaknya.
Setelah hampir 9 bulan dan memasuki tahap persidangan di PN Depok, kasus pembulian di SMPIT Rahmaniyah Depok ini baru terekspos ke publik. Banyak pihak yang baru mengetahui sangat menyayangkan kejadian ini. Mereka berharap agar kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak terutama pihak sekolah, agar tidak terjadi lagi kasus serupa di masa depan.
Berikut adalah beberapa tanggapan dari para ahli terkait kasus ini:
• Dr. Andi Arief, Psikolog Klinis, mengatakan bahwa pembulian adalah bentuk kekerasan yang dapat berdampak serius pada korban. Korban pembulian dapat mengalami gangguan psikologis, seperti trauma, kecemasan, dan depresi.
• Dr. Ira Puspitasari, S.H., M.H., dosen hukum pidana di Universitas Indonesia, mengatakan bahwa pelaku pembulian dapat dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan dengan ancaman hukuman maksimal 2 tahun 8 bulan penjara.
• Dr. Sulistyowati, M.Pd., dosen pendidikan di Universitas Negeri Jakarta, mengatakan bahwa pihak sekolah memiliki kewajiban untuk melindungi dan menjaga keselamatan siswanya. Pihak sekolah harus memiliki program dan kebijakan yang jelas untuk mencegah dan menangani kasus pembulian.
Para ahli berharap agar kasus ini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya pembulian. Pihak sekolah juga diharapkan untuk lebih proaktif dalam mencegah dan menangani kasus pembulian.