FNJ Indonesia, Depok, 13 September 2023.– Kasus bullying yang terjadi di SMPIT Rahmaniyah Depok, Jawa Barat, kembali menjadi sorotan publik. Korban, Steven Daniel Panondang Lumban Tobing, mengalami cedera parah dengan diagnosa dislokasi tulang selangka atau klavikula.
Kasus ini terjadi pada 12 November 2022, saat korban sedang berada di kelas. Pelaku, AZA alias Adriel, teman sekelas korban, menarik kedua kaki korban yang sedang duduk dan menyeretnya sejauh lebih kurang 7 meter dari ujung kelas sampai ke depan pintu. Akibatnya, korban mengalami dislokasi tulang di bagian persendian tulang dada dan tulang selangka.
Proses hukum kasus ini telah berjalan sekitar 9 bulan dan saat ini sedang menjalani sidang di Pengadilan Negeri Depok dengan Nomor Perkara 12/Pid.Sus-Anak/2023/PN.Dpk.
Pengadilan Negeri Depok menjadwalkan Putusan akan dibacakan pada hari Kamis tanggal 14 September 2023.
Selama berproses di pengadilan, Nita, selaku orang tua korban yang saat ini berprofesi sebagai advokat menilai adanya berbagai kejanggalan yang sangat merugikan pihak korban.
Nita menghawatirkan adanya “intervensi” dalam proses dan putusan pengadilan nanti. Potensi intervensi itu sangat bisa terjadi karena ayah dari pelaku yang berinisial AA terinformasikan saat ini menjabat sebagai Manajer Pertamina di wilayah Sulawesi.
Melihat berbagai kejanggalan proses hukum yang terjadi, Nita telah mempersiapkan untuk melaporkan Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini ke Komisi Kejaksaan.
Beberapa kejanggalan proses hukum yang dinilai Nita seperti:
• Tuntutan Jaksa hanya 1 tahun padahal kasus ini tergolong penganiyaan berat yang mengakibatkan anaknya sebagai korban cedera tulang parah.
• Jaksa tidak mengabari orang tua tentang jadwal sidang
• Jaksa seolah melempar kejanggalan tuntutan yang sangat ringan itu kepada penyidik kepolisian yg menerapkan pasalnya.
• Jaksa tidak mau memperlihatkan dakwaan pada ibu korban walaupun hanya untuk melihat nomor perkaranya.
• Saat Ibu Korban meminta salinan dakwaan, Jaksa tidak bersedia memberikan salinan dakwaan atau tuntutan pada ibu korban dengan alasan tidak wajib.
• Pelaku dari awal hingga saat ini tidak ditahan padahal kasus ini tergolong penganiayaan yang mengakibatkan cedera berat.
• Pihak Bapas merekomendasikan pelaku dipulangkan ke orang tua tanpa mempertimbangkan hak korban, namun sebaliknya malahan hak pelaku yg diutamakan dengan dalil berdasarkan undang-undang.
• Bapas dari awal sidang sudah merekomendasikan pelaku untuk tidak ditahan dan minta pemgadilan memutuskan bebas sedangkan dari awal Pelakunya memang tidak ditahan dan Bapas entah darimana bisa menilai si pelaku layak dipulangkan ke orang tua.
Nita juga menilai pihak SMPIT Rahmaniyah tidak bertanggung jawab dalam kasus ini. Menurutnya, pihak sekolah tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku. Bahkan, pihak sekolah saat itu justru dinilai mengintimidasi dan menekan psikologis korban.
“Saya sangat kecewa dengan pihak sekolah. Mereka tidak melakukan penindakan yang tegas terhadap bullying yang menyebabkan siswanya cedera parah sampai patah tulang. Bukannya menindak tegas pelaku, mereka malah mengintimidasi dan menekan psikologis anak saya yang menjadi korban dalam kasus ini,” kata Nita.
Nita makin kecewa karena pihak sekolah SMPIT Rahmaniyah Depok justru hadir di pengadilan sebagai Saksi Yang Meringankan Pelaku.
Nita berencana menggugat pihak SMPIT Rahmaniyah atas kasus ini. Ia berharap agar pihak sekolah dapat bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi pada anaknya.
Kasus bullying di SMPIT Rahmaniyah ini baru terekspos ke publik setelah hampir 9 bulan. Banyak pihak yang menyayangkan kejadian ini. Publik berharap kasus ini diproses secara adil dan jangan sampai ada oknum yang bermain menjadi makelar kasus dan mengatur proses hukum ini dengan uang.
“Permainan uang” dalam proses hukum di Indonesia selama ini sudah menjadi rahasia umum. Bahkan sudah banyak oknum penegak hukum yang terbukti dan saat ini sudah menjadi terpidana.
“Kami mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini. Jangan sampai ada oknum yang bermain untuk mengaburkan kebenaran dan keadilan,” kata Andi, salah satu warga Depok.
“Kami juga mendesak pihak sekolah untuk bertanggung jawab atas kasus ini. Mereka harus memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku dan memberikan pendampingan psikologis kepada korban,” kata Budi, warga lainnya.