Kapten Indonesia – Apresiasi setinggi-tingginya kepada yang mulia Bapak Jokowi Selaku pemegang Mandataris tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), atas upaya niat baik memperbaiki hubungan bilateral beberapa negara perbatasan khususnya Malaysia, sejak Nabi Adam urusan perbatasan tidak pernah tuntas soal eksistensi kedaulatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sedang mengadu nasib di negeri Jiran Malaysia.
Hari ini pertemuan Presiden Republik Indonesia bersama Perdana Menteri Malaysia Datuk Anwar Ibrahim, Jokowi menjemput bola dengan kunjungan balasan Januari 2023 lalu di Istana Bogor, implementasi penegakan hukum atas pentingnya MoU kedua negara untuk membenahi segala mafia Ketenagakerjaan di perbatasan adalah yang sangat urgent.
Kondisi sebelum Covid-19 warga negara Indonesia di Malaysia sekitar 4 juta jiwa, sesuai data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) 2019 WNI berjumlah sekitar 4 juta orang, yang resmi hanya 1,2 juta orang, artinya 3/4 alias 2,8 juta nasibnya tidak jelas keberadaannya dan tercabut seluruh hak-haknya seperti, perlindungan asuransi kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, perlindungan hukum, hak politik, hak bersuara, hak mendapatkan pekerjaan yang layak dan lain-lain.
Tuduhan panjang negara Malaysia kepada Indonesia adalah selalu hadirkan pendatang HARAM (PEKERJA UN PROSEDURAL), meski jawabannya sederhana bila ingin menghentikan, yaitu Malaysia hentikan terima pendatang “haram”, Malaysia berani menghukum perusahaan yang menerima pekerja ilegal dengan membangkrutkan bila kedapatan pekerjakan orang-orang yang tidak memiliki identitas resmi, kan selesai urusannya, harus fair dong, jangan cuma Indonesia selalu tertuduh bawah PMI Unprosedural, sementara Malaysia bermain dan bahkan order pekerja ilegal tersebut karena mudah diatur, gaji semaunya, kadang dibayar kadang telat bahkan tidak dibayar sama sekali, pekerja sakit tidak diurusin, tempat tinggal seadanya, bekerja dengan cara eksploitasi, maka tidak ada jalan lain kecuali harus diberantas sampai akar-akarnya.
Menurut Kami, Komunitas Penyedia Tenaga Kerja Internasional (KAPTEN) Indonesia, harus ditenggarai dengan bijak, selain menahan lajunya pemberangkatan secara kucing-kucingan dibanyak jalan tikus, maka penting dibereskan yang sudah terlanjur ada negeri Malaysia, kami selaku Asosiasi yang bergerak diketenagakerjaan sangat mendukung ide baik pemerintah, dengan catatan bukan sekedar narasi dan simbolisasi, hulu hingga hilir harus diselesaikan dan dirapihkan.
Point-point penting KAPTEN INDONESIA berikan sebagai solusi percepatan dan penguatan adalah :
- Seluruh stakeholder termasuk swasta yang kompeten dilibatkan dan berkomitmen satu hati menyelesaikan agenda perbatasan.
- Percepat MoU kedua negara Malaysia dan Indonesia, terkhusus penyelesaian perbatasan demi kedaulatan kedua negara.
- Bentuk Satgas Kemanusian dengan mengajak pelaku-pelaku usaha swasta yang terkait.
- Pembentukan pos jaga di perbatasan, bertugas memantau dan melacak keluar masuknya WNI.
- Penting pendataan WNI secara tuntas di Malaysia dan rehiring dengan cara mandiri tanpa membebani pemerintah persoalan pembiayaan.
- Berikan kewenangan full swasta mengurusi segala penempatan secara baik dan benar, pemerintah harus melakukan pengawasan super ketat pelaku penempatan, hentikan langkah mafia Human Trafficking.
- Perusahaan penempatan yang nakal harus dicabut izin operasionalnya, jangan justru main mata dengan pelaku, dan oknum-oknum pejabat yang terlibat pecat secara tidak hormat.
- Calon PMI harus dibekali dengan kurikukum pendidikan yang memadai, seperti perbaikan Fisik, Mental dan Kedisiplinan (FMD), wawasan Kebangsaan dan Nasionalisme, pembekalan pengetahuan budaya negara tujuan, bahasa yang formal negara tersebut dan penting pengetahuan Kerohanian. Artinya benahi hulunya karena hilir pasti tuntas.
- Perkuat dan penambahan personil pertahanan dan keamanan di perbatasan, dengan pola penjagaan ketat terhadap seluruh WNI yang memasuki negara tujuan dan WNI yang berani melanggar, cabut haknya keluar negeri.
Atas nama KAPTEN INDONESIA, menyambut baik niat tulus pemerintah meski itu tidak cukup Bapak Presiden.